Setiap manusia mengalami fase-fase
tertentu dalam hidupnya, seperti pada masa bayi, fase anak-anak, fase remaja,
fase dewasa, dan fase lanjut usia. Namun, yang sering mengalami pencarian makna
hidup berada pada fase remaja. Pada suatu periode dalam masa perkembangan yang
merupakan fokus yang menarik untuk dikaji adalah remaja. Sebab pada masa ini,
individu remaja mengalami masa penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada
disekitarnya, khususnya dengan tatanan norma, nilai, adat, dan etika yang
berlaku di masyarakat. Masa remaja merupakan masa penghubung atau masa
peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa remaja termasuk juga
masa yang indah dan terkadang kita mendengar slogan “Indahnya Masa
Remaja”, tapi jangan lupa masa ini juga merupakan masa yang menentukan, di
mana anak banyak mengalami perubahan fisik dan psikis.
Pada masa perkembangan ini, remaja mulai
menuntut untuk diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya sendiri, suka
mencetuskan perasaannya, jika dianggap perlu remaja tersebut memberontak karena
dia merasa bahwa dirinya bukan anak-anak lagi, dan mengapa belum diakui
kedewasaannya hingga mengakibatkan kegelisahan di dalam dirinya, kurang tenang
dengan keadaan lingkungan. Biasanya remaja memiliki yang dikaguminya, namun
sikapnya tidak selalu negatif. Remaja juga sangat tertarik kepada kelompok
sebaya, mencari perhatian di dalam lingkungannya, emosi yang meluap-luap, serta
pertumbuhan fisik mengalami perubahan yang pesat. Di sisi lain, kehidupan
remaja sangat kompleks dengan berbagai kreatifitas dan keinginan untuk mencoba
segala yang ada di sekitarnya, baik dalam bidang pergaulan maupun intelektual.
Olehnya itu dibutuhkan suatu wadah agar bakat, minat serta keinginan
berprestasi dapat diwujudkan.
Pendidikan yang merupakan usaha sadar dan
dilakukan oleh orang dewasa (pendidik)dengan berencana, terprogram dan
terkendali untuk menyiapkan individu melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dengan pendidikan itulah,
individu remaja mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya melalui
alat atau media pendidikan hingga peserta didik (remaja) mampu
menemukan aktivitasnya sendiri serta dapat mengalami perubahan positif dalam
aspek kepribadiannya yang menyangkut tri domain yaitu, perubahan
kognitif, afektif, dan psikomotor.
A. Fungsi-fungsi Pada Sistem Pendidikan
Beberapa penelitian menunjukkan titik
berat dari peranan sekolah yang mengembangkan interpersonal remaja dalam
mencapai pegetahuan, keterampilan, dan pewarisan budaya. Berdasarkan penelitian
itu tampak bahwa terdapat sebuah sekolah tingkat pertama di desa yang mengatur
100 sampai 2000 siswa.
Coleman (1961) menemukan bahwa
sekolah belum menyelesaikan atau membentuk popularitas tertentu. Sebuah contoh,
hanya 31% pelajar putri dicari menjadi kelompok pelajar istimewa tapi 45%
dicari mengingat sebagian jadi atlet, dan umumnya 28% laki-laki sebagai pelajar
istimewa mengingat kekurangan mereka, tapi 72% kekurangannya dipanggil kembali
pada biasanya. Smilarly Snyder (1972) menemukan bahwa umumnya sekolah
lanjutan tingkat pertama paling penting menyeleksi kriteria antara laki-laki
dan perempuan untuk memberikan penghargaan dan status yang membawa kualitas
individu. Berikutnya yang paling penting, memiliki materi, aktivitas sosial,
dan olahraga. Prestasi sekolah melihat kualitas dan rangking mereka.
Selain itu, Johnston and Bachman
(1976) dalam suatu penelitian pada sebuah negara kemungkinan sampel 2100
guru sekolah menemukan bahwa baik guru maupun peserta didik hampir semuanya
berpendapat, dimanakah letak fungsi sebenarnya sekolah menengah. Group-group
percaya bahwa olahraga telah memberi tempat dan titik berat pada sekolah
mereka. Fungsinya kurang lebih memberikan keterampilan dan menitikberatkan pada
pewarisan budaya, norma dan nilai.
Bagaimanapun juga data yang dilaporkan
oleh Johnston dan Bachman serta peneliti lainnya ada indikasi yang paling
mendasar untuk fungsi-fungsi terakhir. Frieson (1968)meneliti tentang
15.000 pelajar pada 19 sekolah di Kanada. Dia menemukan bahwa pelajar
yang kelihatan atletik dan populer dan yang lebih penting untuk mempersoalkan
fungsi kesuksesan. Tetapi mereka yakin sekolah yang berprestasi lebih
mementingkan fungsi kesuksesan untuk masa depan dibandingkan dengan yang
lainnya. Tambahan lain melihat memperoleh keterampilan untuk masa depan dan
peranan sebagai perpindahan budaya, data dari Johnston dan Bachman (1976)
mendukung fungsi pokok dan menjadikan dengan menitikberatkan sekolah masa depan
sebagai harapan remaja yang terakhir. Selain olahraga, guru dan pelajar sepakat
bahwa peningkatan motivasi dan keinginan belajar merupakan fungsi yang paling
umum daripada isu tentang prestasi sekolah sebagai prioritas utama.
Beberapa sekolah negeri sebagai
sampel, ada kendala besar dalam memperoleh keterampilan dan fungsi kewarisan
budaya. Hadden (1969) mencatat bahwa 45% siswa yang belajar
melihat sekolah sebagai sebuah harapan atau simbol kehancuran dunia “
sedangkan Rewer mencatat dari 25% apa yang mereka telah pelajari
kebodohan, kegagalan dan kehilangan jati diri. Fungsi-fungsi itu lebih menambah
tekanan individu dan interpersonal. Hanya 2/3 sampel setuju bahwa “sekolah
telah merubah seluruh pandangan saya sendiri”.
Kelihatannya semua peranan pendidikan
menyebutkan bahwa diakui siswa merupakan aspek paling penting dalam pendidikan,
bagaimanapun juga data dari sampel sebuah negara, atas pelajar menunjukkan 75%
percaya bahwa sekolah mampu memberikan sebuah pekerjaan yang istemewa pada
peserta didik.
Sekolah menjalankan beberapa fungsi, paradigma tentang berbagai fungsi
pendidikan telah dipikirkan oleh berbagai ahli perkembangan
remaja. Ausubel Montemayor dan Svajian (1977) melihat bahwasanya
dasar dari pendidikan adalah sebuah alat untuk mengabadikan dan mewariskan
kebudayaan serta mampu memberikan atau menambah wawasan tentang hidup. Sekolah
juga merupakan salah satu cara untuk memindahkan dan mendapatkan dasar-dasar
ilmu pengetahuan. Mecandless (1970) mengungkapkan bahwa sekolah
seharusnya berfungsi untuk memberikan keterampilan dan mewariskan budaya ilmu
pengetahuan dan nilai. Bagaimanapun dia percaya sekurang-kurangnya sekolah memiliki
fungsi umum sebagai sebuah aktualisasi. Mecandless yakin bahwa sistem
pendidikan menciptakan sebuah latar belakang di mana remaja dapat bahagia dan
tertantang. Sekolah adalah sebuah tempat atau lembaga untuk mengembangkan
pribadi secara optimal, memaksimalkan identitas diri individu serta individu
mampu berbakti pada masyarakatnya.
Sekurang-kurangnya terdapat berbagai
fungsi sekolah pada “personal” dan “interpersonal” yang kita
kenal. Ausubel (1977) di mana sekolah adalah sebuah tempat yang
menggambarkan sebuah konteks interaksi sosial dan mengembangkan kebersamaan.
Meskipun remaja diberikan kebebasan dari orang tua. Sekolah bagi remaja adalah
sebuah kesempatan untuk menemukan status atau identitas sosialnya. Mungkin kita
sepakat dengan murid sekolah yang mampu menunjukkan prestasi di luar kurikulum
dengan menempatkan pada kelas khusus atau kegiatan ekstrakurikuler atau pula
aktivitas organisasi di sekolah, misalnya club-club olahraga. Pendidikan dan
latihan yang didapatkan di luar sekolah makin patut diberikan untuk status
sosialnya di masa depan.
B. Karakteristik Pendidikan Selama Masa Remaja
Proses belajar akan berhasil apabila
sesuai dengan minat dan kebutuhan bagi seorang individu. Cita-cita tentang
jenis pekerjaan di masa yang akan datang merupakan faktor penting yang
mempengaruhi minat dan kebutuhan bagi remaja untuk belajar. Olehnya itu, remaja
secara sadar telah mengetahui pula bahwa untuk mencapai jenis pekerjaan yang
diidamkan itu memerlukan saran pengetahuan dan keterampilan tertentu yang harus
dimiliki. Hal inilah yang membimbing remaja menentukan pilihan jenis pendidikan
yang akan diikuti.
Remaja pada usia 13-14 tahun atau pada
usia awal remaja (pre-adolescence) di mana jenjang pendidikan berada
pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP, mereka mulai mengenal sistem baru
dalam sekolah. Misalnya, perkenalan dengan banyak guru yang memiliki berbagai
macam sifat dan kepribadian. Hal ini menunjukkan perlunya kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap situasi yang beragam. Begitu pula anak mulai
mengenal berbagai mata pelajaran yang harus dipelajari dengan berbagai
karakteristiknya. Di SLTP belum ada masalah pemilihan jurusan, tetapi untuk
tingkat SLTA yaitu saat anak berusia sekitar 15-18 tahun, pemilihan jurusan itu
telah pula diperkenalkan.
Di samping pengenalan terhadap sistem
pendidikan, para remaja tersebut juga memiliki teman sejawat yang semakin
luaslingkungannya dan ia mulai mengenal anak lain dengan berbagai macam latar
belakang keadaan keluarga. Dengan kata lain, remaja mengenal dan memiliki
masyarakat baru yang merupakan masyarakat sekolah atau teman sebaya.
Dengan demikian, mereka memiliki tiga lingkungan pendidikan yang pola dan
karakteristiknya berbeda-beda. Remaja memiliki tiga lingkungan kehidupan, yang
ketiga-tiganya mempunyai corak yang berbeda serta masing-masing memikul
tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Mengingat hal itu, maka setiap
remaja berada pada posisi pendidikan yang majemuk, mereka berada di lingkungan
kehidupan pendidikan keluarga, kehidupan pendidikan masyarakat, dan kehidupan
pendidikan sekolah yang diikutinya. Yang mana dari masing-masing lingkungan
kehidupan pendidikan itu tidak selalu sama dasar dan tujuannya. Oleh karena
itu, remaja seperti “ditantang” untuk mampu mengatasi problema keanekaragaman
tersebut dan mampu menempatkan dirinya dengan tepat dan harmonis.
1. Lingkungan Pendidikan di Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan
yang pertama dan utama bagi anak-anak dan remaja. Pendidikan keluarga lebih
menekankan pada aspek moral atau pembentukan kepribadian daripada pendidikan
untuk menguasai ilmu pengetahuan. Dasar dan tujuan penyelenggaraan pendidikan
keluarga bersifat indiviual yang sesuai dengan pandangan hidup pada
masing-masing keluarga, sekalipun secara nasional bagi keluarga-keluarga bangsa
indonesia memiliki dasar yang sama, yaitu Pancasila. Ada keluarga yang dalam
mendidik anaknya mendasarkan pada kaidah-kaidah agama dan menekankan proses
pendidikan pada pendidikan agama dengan tujuan untuk menjadikan anak-anaknya
menjadi orang yang saleh dan senantiasa takwa dan iman kepada Tuhan Yang maha
Esa. Ada pula keluarga yang dasar dan tujuan penyelenggaraan pendidikannya
berorientasi kepada kehidupan sosial ekonomi kemasyarakatan dengan tujuan untuk
menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang produktif dan bermanfaat dalam
kehidupan bemasyarakat.
Anak dan remaja di dalam keluarga
berkedudukan sebagai anak didik dan orang tua sebagai pendidiknya. Secara garis
besar corak dan pola pada penyelenggaraan pendidikan keluarga dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu; pendidikan otoriter, pendidikan
demokratis, dan pendidikan liberal. Berkaitan dengan itu, pendidikan yang
bercorak otoriter memberikan kesan di mana anak-anak senantiasa harus mengikuti
apa yang telah digariskan oleh orang tuanya, sedang pada pendidikan yang
bercorak liberal, anak-anak lebih cenderung diberikan kebebasan oleh orang
tuanya untuk menentukan tujuan dan cita-citanya. Dari beberapa pola pendidikan
itu, diketahui bahwa kebanyakan keluarga di Indonesia mengikuti corak
pendidikan yang demokratis. Selanjutnya, makna pendidikan yang demokratis
itu oleh Ki Hadjar Dewantara dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan itu
hendaknya ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani, yang artinya : di depan memberi contoh, di tengah membimbing,
dan di belakang memberi semangat.
2. Lingkungan Pendidikan di Masyarakat
masyarakat merupakan lingkungan alami
kedua yang dikenal anak-anak. Anak remaja telah banyak mengenal karakteristik
masyarakat dengan berbagai norma dan keragamannya. Kondisi masyarakat amat
beragam, tentu banyak hal yang harus diperhatikan dan diikuti oleh anggota
masyarakat, dan dengan demikian para remaja perlu memahami hal itu.
Sehubungan dengan itu, maka tidak jarang para remaja memiliki perbedaan pandangan
dengan para orang tua, sehingga norma dan perilaku remaja dianggap tidak sesuai
dengan norma masyarakat yang sedang berlaku. Hal ini tentu saja akan berdampak
pada pembentukan pribadi remaja. Perbedaan ini dapat mendorong para remaja
untuk membentuk kelompok-kelompok sebaya yang memiliki kesamaan pandangan.
Di balik itu di dalam masyarakat terdapat
tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh kuat terhadap pola hidup masyarakatnya.
Namun hal itu terkadang tidak mampu mempengaruhi kehidupan remaja, akibatnya
para remaja kadang-kadang melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan
ketentuan masyarakat, atau para remaja dengan sengaja menghindar dari aturan
dan ketentuan masyarakat.
Dalam menjalankan fungsi pendidikan, masyarakat banyak membentuk atau
mendirikan kelompok-kelompok atau paguyuban-paguyuban atau kursus-kursus yang
secara sengaja disediakan untuk anak remaja dalam upaya mempersiapkan hidupnya
dikemudian hari. Kursus-kursus yang dimaksud pada umumnya berorientasi
kepada dunia kerja. Namun, banyak kelompok kegiatan atau kursus-kursus yang
dibangun masyarakat tersebut kurang menarik perhatian remaja; oleh para remaja
apa yang disediakan itu dinilainya tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Kondisi semacam itu banyak merangsang pemikiran remaja yang responnya belum
tentu positif. Banyak kelompok remaja yang membayangkan masa depannya suram dan
mereka membentuk kelompok yang diberi nama “Madesu”.
3. Lingkungan Pendidikan di Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan artifisial
yang sengaja diciptakan untuk membina anak-anak ke arah tujuan tertentu,
khususnya untuk memberikan kemampuan dan keterampilan sebagai bekal
kehidupannya di kemudian hari. Bagi para remaja pendidikan jalur sekolah yang
diikutinya adalah jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Di mata
remaja sekolah dipandang sebagai lembaga yang cukup berpengaruh terhadap
terbentuknya konsep yang berkenaan dengan nasib mereka di masa mendatang.
Mereka menyadari jika prestasi atau hasil yang dicapaidi sekolah itu baik, maka
hal itu akan membuka kemungkinan hidupnya di kemudian hari menjadi cerah,
tetapi sebaliknya apabila prestasi yang dicapainya kurang baik, maka hal itu
dapat berakibat pada gelapnya masa depan mereka. Kegagalan sekolah bagi remaja
dipandang sebagai awal dari kegagalan hidupnya. Dengan demikian, sekolah
dipandang banyak mempengaruhi kehidupannya. Oleh karena itu, remaja telah
memikirkan benar-benar dalam memilih dan mendapatkan sekolah yang diperkirakan
mampu memberikan peluang baik baginya dikemudian hari. Pandangan ini didasari
oleh berbagai faktor, seperti faktor ekonomi, sosial, dan harga diri (status
dalam masyarakat). Akan tetapi, dalam menentukan pilihan sekolah masih
banyak terjadi campur tangan orang tua yang terlalu besar. Hal itu sering
membawa akibat kegagalan dalam pendidikan sekolah karena anak terpaksa
mengikuti pelajaran yang tidak sesuai dengan pilihan dan minatnya.
Dunia pendidikan, baik jalur sekolah
maupun jalur luar sekolah, menyediakan berbagai jenis program yang diperkirakan
relevan dengan kebutuhan jenis tenaga kerja di masyarakat. Untuk menetapkan
pilihan jenis pendidikan dan pekerjaan yang diidamkan banyak faktor yang harus
dipertimbangkan yang meliputi :
Faktor prediksi masa depan.
Faktor prestasi yang menggambarkan bakat dan minat remaja.
Faktor kehidupan yang dapat diamati dari kondisi beragamnya lapangan kerja
di masyarakat.
Kemampuan daya saing setiap individu.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan Pada Masa
Remaja
a. Faktor Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi keluarga banyak
menentukan perkembangan kehidupan pendidikan dan karier anak. Kondisi sosial
yang menggambarkan status orang tua merupakan faktor yang “dilihat” oleh anak
untuk menentukan pilihan sekolah dan pekerjaan. Secara tidak langsung
keberhasilan orang tua merupakan “beban” bagi anak, sehingga dalam menentukan
pilihan pendidikan tersirat untuk ikut mempertahankan kedudukan orang tua. Di
samping itu, secara eksplisit orang tua menyampaikan harapan hidup anaknya yang
tercermin pada dorongan untuk memilih jenis sekolah atau pendidikan yang
diidamkan oleh orang tua.
Faktor ekonomi mencakup kemampuan ekonomi
orang tua dan kondisi ekonomi negara (masyarakat). Yang pertama merupakan
kondisi utama karena menyangkut kemampuan orang tua dalam membiayai pendidikan
anaknya. Banyak anak berkemampuan intelektual tinggi tidak dapat menikmati
pendidikan yang baik disebabkan oleh keterbatasan kemampuan ekonomi orang
tuanya.
b. Faktor Lingkungan
Pengaruh dari faktor lingkungan ini
meliputi tiga macam. Pertama, lingkungan kehidupan masyarakat, seperti
lingkungan masyarakat perindustrian, pertanian, atau lingkungan perdagangan.
Dikenal pula lingkungan masyarakat akademik atau lingkungan di mana para
anggota masyarakatnya pada umumnya terpelajar atau terdidik. Lingkungan
kehidupan semacam itu akan membentuk sikap anak dalam menentukan pola kehidupan
yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemikiran remaja dalam menentukan jenis
pendidikan dan karier yang diidamkan.
Kedua, lingkungan kehidupan rumah tangga
di mana kondisi sekolah merupakan lingkungan yang langsung berpengaruh terhadap
kehidupan pendidikan dan cita-cita karier remaja. Lembaga pendidikan atau
sekolah yang baik mutunya, yang memelihara kedisiplinan cukup tinggi akan
sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan perilaku kehidupan pendidikan
anak dan pola pikirnya dalam menghadapi karier.
Ketiga, lingkungan teman sebaya. Bahwa pergaulan teman sebaya akan
memberikan pengaruh langsung terhadap kehidupan pendidikan masing-masing
remaja. Lingkungan teman sebaya akan memberikan peluang bagi remaja (laki-laki
atau wanita) untuk menjadi lebih matang. Di dalam kelompok sebaya seorang gadis
berkesempatan untuk menjadi seorang wanita dan perjaka untuk menjadi seorang
laki-laki serta belajar mandiri sesuai dengan kodratnya.
c. Faktor Pandangan Hidup
Pandangan hidup merupakan bagian yang
terbentuk dari lingkungan. Pengejawantahan pandangan hidup tampak pada
pendirian seseorang, terutama dalam menyatakan cita-cita hidup bagi remaja.
Dalam memilih lembaga pendidikan, seorang individu dipengaruhi oleh kondisi
keluarga yang melatarbelakangi. Remaja yang berasal dari kalangan keluarga
kurang, umumnya bercita-cita untuk di kemudian hari menjadi orang yang berkecukupan
(kaya), dan dengan demikian dalam memilih jenis pendidikan berorientasi kepada
jenis pendidikan yang dapat mendatangkan banyak uang, misalnya; kedokteran,
ekonomi, dan ahli teknik.
D. Implikasi Tugas-tugas Perkembangan Remaja Dalam Penyelenggaraan
Pendidikan
Memperlihatkan banyaknya faktor kehidupan
yang berada di lingkungan remaja, maka pemikiran tentang penyelenggaraan
pendidikan juga harus memperhatikan faktor-faktor tersebut. Sekalipun dalam
penyelenggaraan pendidikan diakui bahwa tidak mungkin memenuhi tuntutan dan
harapan seluruh faktor yang berlaku tersebut. Berkaitan dengan hal itu, maka
terdapat beberapa implikasi dari tugas-tugas perkembangan remaja dalam
penyelenggaraan pendidikan yang meliputi ;
a. Pendidikan yang berlaku di Indonesia, baik pendidikan yang
diselenggarakan di dalam sekolah maupun di luar sekolah, pada umumnya
diselenggarakan dalam bentuk klasikal. Penyelenggaraan pendidikan klasikal ini
berarti memberlakukan sama semua tindakan pendidikan kepada semua remaja yang
tergabung di dalam kelas, sekalipun masing-masing diantara mereka sangat
berbeda-beda. Pengakuan terhadap kemampuan setiap pribadi yang beraneka ragam
itu menjadi kurang. Oleh karena itu, yang harus mendapatkan perhatian di dalam
penyelenggaraan pendidikan adalah sifat-sifat dan kebutuhan umum remaja,
seperti pengakuan akan kemampuannya, ingin untuk mendapatkan kepercayaan,
kebebasan, dan semacamnya.
b. Beberapa usaha yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan pendidikan
sehubungan dengan minat dan kemampuan remaja yang dikaitkan terhadap cita-cita
kehidupannya antara lain adalah :
-Bimbingan karier dalam upaya mengarahkan siswa untuk menentukan
pilihan jenis pendidikan dan jenis pekerjaan sesuai dengan kemampuannya.
-Memberikan latihan-latihan praktis terhadap siswa dengan berorientasi
kepada kondisi (tuntutan) lingkungan.
-Penyusunan kurikulum yang komprehensif dengan mengembangkan kurikulum
muatan lokal.
c. Keberhasilan dalam memilih pasangan hidup untuk membentuk keluarga
banyak ditentukan oleh pengalaman dan penyelesaian tugas-tugas perkembangan
masa-masa sebelumnya. Untuk mengembangkan model keluarga yang ideal maka perlu
dilakukan :
-Bimbingan tentang cara pergaulan dengan mengajarkan etika pergaulan lewat
pendidikan budi pekerti dan pendidikan keluarga.
-Bimbingan siswa untuk memahami norma yang berlaku baik di dalam keluarga,
sekolah, maupun di dalam masyarakat. Untuk kepentingan ini diperlukan arahan
untuk kebebasan emosional dari orang tua.
d. Pendidikan tentang nilai kehidupan untuk mengenalkan norma kehidupan
sosial kemasyarakatan perlu dilakukan. Dalam hal ini perlu dilakukan pendidikan
praktis melalui organisasi pemuda, pertemuan dengan orang tua secara periodik,
dan pemantapan pendidikan agama baik di dalam maupun di luar sekolah.
E. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari pembahasan terhadap pokok
permasalahan di atas, maka dapat kami simpulkan beberapa hal
diantaranya adalah :
Bahwa masa remaja merupakan masa yang sangat menentukan, di
mana anak banyak mengalami perubahan fisik dan psikis,
mereka menuntut untuk diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya sendiri, suka
mencetuskan perasaannya, dan pengakuan terhadap kedewasaannya hingga
mengakibatkan kegelisahan di dalam dirinya, kurang tenang dengan keadaan
lingkungan. Remaja juga sangat tertarik kepada kelompok sebaya, mencari
perhatian di dalam lingkungannya, emosi yang meluap-luap, serta pertumbuhan
fisik mengalami perubahan yang pesat.
Bahwa pendidikan harus
diberikan dan difungsikan secara maksimal dalam rangka
memberikan keterampilan dan menitikberatkan pada pewarisan budaya,
norma dan nilai.
Sekolah sebagai salah satu instrument pendidikan harus
sekurang-kurangnya terdapat berbagai fungsi pada “personal” dan
“interpersonal”, di mana sekolah adalah sebuah tempat yang menggambarkan sebuah
konteks interaksi sosial dan mengembangkan kebersamaan.
Ada tiga jenis lingkungan pendidikan
yang berpengaruh terhadap remaja dan harus dijalankan sesuai dengan
fungsinya masing-masing yakni lingkungan pendidikan dimasyarakat, lingkungan
pendidikan di sekolah dan lingkungan pendidikan keluarga.
Saran
Adapun saran-saran kami untuk
sebagai solusi terhadap permsalahan ini adalah antara lain :
Perlunya memahami pertumbuhan dan perkembangan
remaja sehingga dipahami pola-popa perilaku